Sunday 7 Syawwal 1443 / 08 May 2022. Menu. HOME; RAMADHAN Kabar Ramadhan; Puasa Nabi; Tips Puasa shalatsunnah.29 Adapun definisi shalat fardhu adalah shalat dengan status hukum fardhu, yakni wajib dikerjakan. Shalat fardhu sendiri menurut hukumnya terdiri atas dua golongan, yakni fardhu 'ain yang berarti diwajibkan kepada individu. Termasuk dalam shalat ini adalah shalat lima waktu (shubuh, zhuhur, ashar, maghrib dan isya') dan shalat Contohsoal pilihan ganda tentang (sholat) Januari 06, 2019 1. Apa hukum sholat fardhu? a. Sunnah c. Wajib b. Mubah d. Haram 2. Berapa jumlah raka'a sholat subuh? a. 2 c. 4 b. 3 d. 5 3. Apakah rukun sholat yang pertama?. a. Membaca surah Al-Fatihah b. Takbiratul ihram c. Sujud dua kali dengan tumakninah d. Niat 4. Shalatqabliyah Dhuhur dan shalat ba'diyah Dhuhur merupakan golongan shalat sunnah rawatib, yakni shalat sunnah yang mengiringi atau menyertai shalat fardhu lima waktu. Shalat sunnah rawatib ini ada dua macam: shalat sunnah rawatib yang muakkad (sangat dianjurkan), dan shalat sunnah rawatib ghairu muakkad (anjurannya tak sekuat yang muakkad PuasaMuharram merupakan sunnah dan lebih utama dari puasa di bulan Sya'ban. dan shalat yang paling utama setelah shalat fardhu adalah shalat malam." (HR Muslim). Halaman: 1. 2. 3. Selanjutnya. Editor: Mutiara Rizka Maulina. Tags. puasa; Ramadan; Khutbah Jumat HUT RI 2022 ke 77 'Tentang Mensyukuri Kemerdekaan' Terbaru Hari Ini Kamis Kemudianbeliau melakukan shalat empat raka'at lagi dan jangan tanyakan mengenai bagus dan panjangnya. Kemudian beliau melakukan shalat tiga raka'at." (HR. Bukhari dan Muslim). Tata Cara Sholat Tahajud Pada dasarnya tata cara sholat tahajud sama seperti mengerjakan sholat sunnah lainnya. Yang membedakan hanyalah niat dan waktu pelaksanaannya. Sholatberjamaah sangat dianjurkan dan memiliki pahala yang lebih besar dibanding shalat sendiri. Adapun hukumnya, sebagian ulama mazhab Hanbali menyatakan hukum shalat berjamaah adalah fardhu 'ain. Namun mayoritas ulama madzhab empat, termasuk mazhab Syafi'i, menilai dalil-dalil tersebut menunjukkan bahwa shalat berjamaah hukumnya fardhu kifayah atau sunnah muakkad. Sholatsunnah ini dikerjakan sebanyak 2 rakaat sebelum mengerjakan sholat Fardhu Subuh. Banyak pertanyaan mengenai hukum melaksanakan sholat sunnah rawatib Qabliyah Subuh apakah wajib atau sunnah. Jika kita merujuk sesuai dengan namanya, shalat sunnah Rawatib merupakan sholat sunnah yang dikerjakan untuk mengiringi jalannya shalat fardhu. Pertanyaan Syaikh Abdul Aiz bin Baz ditanya : Bagaimana hukum bersalaman setelah shalat, dan apakah ada perbedaan antara shalat fardhu dan shalat sunnah ? Jawaban: Pada dasarnya disyariatkan bersalaman ketika berjumpanya sesama muslim, Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam senantiasa menyalami para sahabatnya Radhiyallahu 'anhum saat berjumpa dengan mereka, dan para sahabat pun jika berjumpa Hukumnyafardhu 'ain bagi setiap muslim yang mukallaf, yang di tetapkan dengan dalil Al-Qur'an, sunnah dan ijma yang tidak pernah bertemu dengan anaknya hanya karena urusan dunianya sehingga anak tersebut juga tidak begitu tahu tentang sholat. Maka dalam hal ini wajar seandainya mereka tidak mendapati keberkahan hidup. Jawaban#1 untuk Pertanyaan: waktu shalat fardu yang tdk boleh diiringi shalat rawatib adalah./? Sesudah sholat subuh dan sesudah sholat ashar. Sekian tanya-jawab mengenai waktu shalat fardu yang tdk boleh diiringi shalat rawatib adalah./?, semoga dengan ini bisa membantu menyelesaikan masalah kamu. SoalUlangan SD Ulangan SD PAI kelas 3 tentang Bab Melakukan Sholat Fardu Soal ulangan ini terdiri dari 10 soal pilihan ganda 5 soal Isian dan 5 soal Essay. Untuk mengunduh File Gunakan tombol download dibawah ini. Soal Essay Dan Jawabannya Paibp Kepingan 2 Lebih Bersahabat Kepada Allah Dengan Mengamalkan Salat Sunnah Kelas 8 Smp Mts Idn Paperplane TrDj. Ini Lima Perbedaan Mendasar Antara Shalat Wajib dan Sunnah Sebagaimana kita ketahui, di samping mensyariatkan shalat fardhu yang sehari-semalam berjumlah lima rakaat, Allah juga mensyariatkan shalat sunnah kepada kita yang potensi pahala sangat besar, dan terutama bisa menambal kekurangan salat fardhu ini, akan kami sajikan beberapa perbedaan antara shalat sunnah dengan shalat fardhu yang kami himpun dari berbagai kitab fikih dengan sumber utama dari kitab al-Mughni al-Muhtaj. Tidak semua perbedaan tersebut kami sertakan karena keterbatasan pembacaan, hanya yang paling mendasar dan penting saja yang kami sertakan. Beberapa perbedaaan tersebut ialahPertama, niat shalat fardhu agar menjadi sah, harus menyebutkan minimal niat shalat, niat kefardhuan dan niat penentuan shalatnya. Contoh “Usholli fardlo dzuhri Saya niat salat fardlu dluhur”. Sedangkan shalat sunnah hanya mensyaratkan niat shalat saja untuk mencapai kesunnahan. Contoh “Usholli Saya niat salat”.Kedua, ketika di tengah salat fardhu anda berganti niat menjadi shalat sunnah itu diperbolehkan, tidak wajib berdiri bagi yang mampu pada salat fardhu, sedangkan shalat sunnah boleh duduk meskipun ia mampu ketika sedang di atas kendaraan saat bepergian, shalat fardhu tetap wajib menghadap kiblat yakni Ka’bah, sedangkan shalat sunnah, kiblatnya adalah arah tujuan dalam shalat fardhu disyariatkan adzan & iqamat, tidak dengan shalat sunnah. Adapun ketika salat sunnahnya berjamaaah, maka panggilannya ialah as-sholaatu jaami’ah “Shalat jamaah akan dilaksanakan”.Keenam,shalat fardhu boleh diqashar ketika safar, tidak demikian dengan salat sunnahDemikianlah beberapa perbedaan paling mendasar antara shalat sunnah dengan shalat fardhu. Semoga bermanfaat. Dalam karya-karya para ulama kita, terutama yang lumrahnya berbahasa Arab, bila menyebutkan bab shalat, maka yang dimaksud adalah pembahasan tentang shalat fardhu yang dikerjakan lima kali dalam sehari-semalam itu. Meskipun kata shalat’ secara umum mencakup juga kepada sekian macam shalat sunnah yang ada. Mengapa demikian? Selain karena ia termasuk shalat yang pertama kali dikenal, juga menyimpan alasan bahwa shalat lima waktu adalah satu kewajiban dengan tingkat prioritas paling tinggi. Satu ibadah terpenting dibandingkan semua ibadah dan aktivitas lainnya secara umum. Sehingga, dalam kajian syariat Islam fiqh, shalat lima waktu pasti dibahas lebih dahulu. Tak pernah ditemukan dalam kitab-kitab yang ada, pembahasan soal puasa, haji, atau zakat misalnya, didahulukan dari pembahasan shalat. Tidak pernah. Lalu bagaimana dengan pembahasan thaharah bersuci? Bukankah ia dibahas di lembar-lembar awal pada beberapa kitab kuning’ dasar? Seperti kitab al-Mabadi’ al-Fiqhiyyah buah pena Syekh Umar Abdul Jabbar yang diajarkan di Madrasah Ibtidaiyah MI, atau kitab Safinatun Najah karya ulama kesohor asal Hadramaut, Yaman, Syekh Salim bin Sumair al-Hadhramiy, atau mungkin yang sedikit lebih tinggi lagi bagi para pemula, yaitu kitab Fathul Qarib al-Mujib syarh Ghayah at-Taqrib miliknya imam Abu Abdillah Muhammad bin Qasim al-Ghazi as-Syafi’i. Di kitab-kitab itu dan di banyak kitab lain yang semacam, bab shalat tidak dibahas di lembar-lembar awal. Melainkan didahului bab thaharah bersuci. Lalu apa alasannya? Setitik yang kami ketahui, yakni karena menyucikan diri baik dari hadats kecil maupun hadats besar merupakan laku ibadah yang tidak berdiri sendiri. Dengan makna, ia turut serta dilakukan dalam status sebagai media atau prasyarat untuk melakukan ibadah sebenarnya yang memang membutuhkan kesucian. Seperti shalat, membaca Al-Qur’an, tawaf, dan lain-lain. Jadi, kendatipun bab bersuci didahulukan dari pembahasan shalat, namun sedikit pun tak mengusik derajat shalat sebagai ibadah tertinggi yang harus diprioritaskan. Dalam sebuah hadits yang ditulis Imam Malik bin Anas al-Ashbahi al-Madani 179 H dalam karyanya Muwattha’ al-Imam Malik juz 1, hal. 173 disebutkan أَوَّل مَا يُنْظَرُ فِيهِ مِنْ عَمَلِ الْعَبْدِ الصَّلَاةُ. فَإِنْ قُبِلَتْ مِنْهُ، نُظِرَ فِيمَا بَقِيَ مِنْ عَمَلِهِ. وَإِنْ لَمْ تُقْبَلْ مِنْهُ، لَمْ يُنْظَرْ فِي شَيْءٍ مِنْ عَمَلِهِ Artinya, “Amal yang pertama kali dinanti-nantikan di akhirat kelak adalah amal shalat. Bila shalat dinyatakan diterima, maka ada harapan untuk menunggu keputusan amal yang lain. Namun, bila tak diterima, maka tiada gunanya menanti amal-amal lainnya.” Hadits ini adalah salah satu bukti bahwa shalat merupakan ibadah yang harus diberi perhatian lebih daripada yang lain. Walaupun kita tidak dapat memastikan baik dan buruknya nasib ukhrawi seseorang bahkan diri kira sendiri dengan melihat amal shalatnya. Karena amal bukanlah penjaminnya. Ia tak lebih dari sekadar potensi dan indikasi saja. Satu-satunya penentu sejati adalah Allah ﷻ, Sang Maha Penyayang. Dalam tulisan ini, kami akan membahas bagaimana tata cara pelaksanaan shalat fardhu lima waktu secara benar yang diajarkan oleh para guru dan ulama kita dalam karya-karyanya. Terkait ini, kita akan merinci satu persatu di antara lima shalat fardhu Zuhur, Ashar, Maghrib, Isya’, dan Subuh berikut dengan tata caranya. Tapi sebelum itu, baik kiranya kita ketahui sebuah analogi shalat yang diungkapkan Habib Muhammad bin Ahmad bin Umar as-Syathiri dalam Syarh al-Yaqut an-Nafis fi Madzhab Ibn Idris hal. 131. Hematnya, shalat tak ubahnya bagai manusia, ia terdiri dari rukun, syarat, sunnah ab’ad dan sunnah haiat. Rukun dalam shalat laiknya kepala bagi manusia, sementara syarat, ibarat nyawa bagi mereka. Adapun sunnah ab’ad yaitu seperti anggota tubuh, sedangkan sunnah haiat bagaikan kuku dan rambut. Sehingga, shalat tak akan pernah tegak tanpa rukun, ia tak akan pernah hidup tanpa hadirnya syarat, juga tidaklah tampak sempurna tanpa sunnah ab’ad dan akan terlihat tak indah tanpa sunnah haiat. Tata Cara Pelaksanaan Shalat secara Umum Sebelum mulai melaksanakan shalat, terlebih dahulu seseorang harus memenuhi syarat-syarat secara utuh, baik syarat wajib maupun syarat sah. Teruntuk ini, bisa memperoleh ulasannya dalam tulisan kami sebelumnya Panduan Shalat Syarat Wajib, Syarat Sah, dan Rukunnya. Secara umum, shalat fardhu lima waktu ini memiliki cara pelaksanaan yang sama satu dengan lainnya. Hanya saja, perbedaannya terletak pada niat, jumlah rakaat, dan waktunya. Berikut rinciannya; Takbiratul ihram, yaitu membaca Allâhu Akbar saat memulai shalat. Dengan takbiratul ihram, berarti kita sudah benar-benar masuk dalam shalat. Sehingga, apa yang sebenarnya boleh dilakukan sebelum shalat, seperti makan dan minum misalnya, saat itu sudah tak boleh lagi. Memasang niat bersamaan dengan takbiratul ihram. Berdiri bagi yang mampu. Membaca surat al-Fatihah. Bila tidak bisa maka membaca ayat apa pun dalam surat dalam Al-Qur’an yang diketahuinya. Boleh membaca dzikir-dzikir bila tak satu pun ayat yang diketahui. Jika tetap tak bisa maka cukup dengan berdiam yang lamanya seukuran orang membaca al-Fatihah. Ruku’ sambil membaca, Subhâna rabbiyal adhîmi wa bihamdihi, “Maha suci Tuhanku yang maha agung dengan segala pujian-Nya” tiga kali. I’tidal sambil membaca, Sami’allâhu liman hamidah rabbanâ lakal hamdu, “Semoga Allah mengabulkan panjatan doa hamba yang memuji-Nya”. Sujud sambil membaca, Subhâna rabbiyal a’la wa bihamdihi, “Mahasuci Tuhanku yang Mahatinggi dengan segala pujian-Nya” tiga kali. Duduk di antara dua sujud sambil membaca, Rabbighfirlî warhamnî wajburnî warfa’nî warzuqnî wahdinî waâfinî wafu annî, “Ya Tuhan, ampunilah diri ini, sayangilah, perbaikilah, dan angkatlah derajat hamba, berilah hamba rizki dan ampunan sebanyak-banyaknya”. Thuma’ninah diam, tidak bergerak sejenak dalam empat rukun sebelumnya. Membaca tasyahud akhir. Bacaan yang paling pendek adalah, Attahiyyatu lillah salamun alaika ayyuhannabiyyu warahmatullahi wabarakatuh, salamun alaina wa ala ibadillah as-sholihin, “Penghormatan terbesar teruntuk Allah ﷻ, keselamatan, kasih sayang, juga aliran berkah semoga selalu bagi sang baginda Nabi, dan semoga kesejahteraan menyelimuti orang-orang yang saleh”. Membaca shalawat Nabi setelah tasyahud akhir. Duduk untuk membaca shalawat Nabi, tasyahud akhir, dan salam. Melafalkan salam Assalâmualaikum warahmatullâh. Tertib dalam melakukan setiap rukun di atas. Teruntuk niat sebagai salah satu rukun shalat pertama, akan dibahas secara mandiri di bawah ini. Mengingat, lafalnya yang berbeda-beda tergantung shalat yang dikerjakan. Shalat Zuhur Disebut shalat Zuhur, karena ia dikerjakan di tengah siang atau di waktu terang. Sebab, Zuhur sendiri bermakna terang atau jelas. Adapun waktunya, sejak tergelincir matahari sampai bayangan setiap benda menyamai panjang bendanya. Sedangkan lafal niatnya adalah, Ushallî fardla-dhuhri arbaa raka’âtin lillâhi taâlâ, “Saya shalat Zuhur empat rakaat karena Allah ta’ala”. Kalau berstatus sebagai makmum, maka sebelum lafal lillâhi taâlâ ditambah kata ma’mûman. Demikian juga ketika jadi imam, maka ditambah kata imâman. Dan, sebagaimana jamak diketahui bahwa shalat Zuhur dikerjakan empat rakaat. Shalat Ashar Adapun waktu shalat Ashar yaitu sejak bayangan benda sedikit melebihi bendanya, sampai matahari terbenam. Jumlah rakaatnya juga sama dengan shalat Zuhur, empat rakaat. Niatnya, Ushallî fardlal-'Ashri arba’a rakaâtin lillâhi taâlâ, “Saya shalat Ashar empat rakaat karena Allah ta’ala”. Penambahan lafal niat ketika menjadi makmum ataupun imam sama sebagaimana di atas. Shalat Maghrib Shalat Maghrib dilakukan sejak matahari terbenam, hingga mega merah di langit sudah tak tampak lagi. Jumlah rakaatnya tidak sama dengan yang lain, yaitu tiga rakaat. Adapun niatnya, Ushallî fardlal Maghribi tsalâtsa rakaâtin lillâhi taâlâ, “Saya shalat Maghrib tiga rakaat karena Allah ta’ala”. Shalat Isya’ Waktu pelaksanaan shalat Isya’ yakni sejak hilangnya mega merah, sampai terbit fajar shadiq fajar yang pancaran cahayanya membentang atau secara horizontal. Jumlah rakaatnya sama seperti Zuhur dan Ashar. Bunyi niatnya, Ushallî fardlal 'Isya'i arbaa rakaâtin lillâhi taâlâ, “Saya shalat Isya’ empat rakaat karena Allah ta’ala”. Shalat Subuh Subuh secara bahasa adalah awal siang awwal an-nahar. Disebut Subuh karena dilakukan di awal siang. Waktunya, sejak terbitnya fajar shadiq sampai terbitnya matahari. Shalat Subuh termasuk shalat dengan jumlah rakaat yang paling sedikit, hanya dua rakaat. Adapun niatnya, Ushallî fardlas Shubhi rakataini lillâhi taâlâ, “Saya shalat Subuh dua rakaat karena Allah ta’ala”. Perbedaan yang paling mencolok dari shalat Subuh juga, yakni adanya kesunnahan membaca qunut. Bahkan ulama Syafi’iyah menggolongkannya sebagai sunnah ab’ad. Sehingga, bila lupa dan tidak membacanya, maka sunnah hukum menggantinya dengan sujud sahwi. Adapun bacaan kunut adalah اَللّٰهُمَّ اهْدِنِيْ فِيْمَنْ هَدَيْتَ، وَعَافِنِيْ فِيْمَنْ عَافَيْتَ، وَتَوَلَّنِيْ فِيْمَنْ تَوَلَّيْتَ، وَبَارِكْ لِيْ فِيْمَا أَعْطَيْتَ، وَقِنِيْ شَرَّمَا قَضَيْتَ، فَإِ نَّكَ تَقْضِيْ وَلاَ يُقْضَى عَلَيْكَ وَإِنَّهُ لاَ يَذِلُّ مَنْ وَالَيْتَ، وَلاَ يَعِزُّ مَنْ عَادَيْتَ، تَبَارَكْتَ رَبَّنَا وَتَعَالَيْتَ، فَلَكَ الْحَمْدُ عَلَى مَا قَضَيْتَ، وَأَسْتَغْفِرُكَ وَاَتُوْبُ إِلَيْكَ، وَصَلَّى اللهُ عَلَى سَيِّدَنَا مُحَمَّدِ ࣙالنَّبِيِّ الْأُمِّيِّ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ وَسَلَّمَ Allâhummahdinî fî man hadait, wa âfinî fî man âfait, wa tawallanî fî man tawallait, wa bâriklî fî mâ athait, wa qinî syarra mâ qadhait, fa innaka taqdlî wa lâ yuqdhâ alaik, wa innahû lâ yazillu man wâlait, wa lâ yaizzu man âdait, tabârakta rabbanâ wa taâlait, fa lakal ḫamdu a’lâ mâ qadhait, wa astaghfiruka wa atûbu ilaik, wa shallallâhu alâ sayyidinâ muḫammadi-nin-nabiyyil ummiyyi wa alâ âlihî wa shaḫbihî wa sallam. Artinya, “Ya Allah tunjukanlah aku sebagaimana mereka yang telah Engkau beri petunjuk. Berilah kesehatan kepadaku sebagaimana mereka yang telah Engkau berikan kesehatan. Peliharalah aku sebagaimana orang-orang yang telah Engkau lindungi. Berikanlah keberkahan kepadaku pada apa yang telah Engkau berikan. Selamatkanlah aku dari bahaya kejahatan yang telah Engkau tentukan. Engkaulah yang menghukum dan bukan dihukum. Tidak hina orang yang Engkau jadikan pemimpin. Tidak mulia orang yang Engkau musuhi. Maha Suci Engkau wahai Tuhan kami dan Maha Tinggi Engkau. Bagi-Mu segala pujian di atas apa yang Engkau tentukan. Aku memohon ampun kepada-Mu dan bertaubat kepada-Mu. Semoga Allah mencurahkan rahmat dan karunia atas junjungan kami Nabi Muhammad SAW, keluarga, dan para sahabatnya.” Semoga bermanfaat. Wallahu a’lam bisshawâb. Ustadz Ahmad Dirgahayu Hidayat, alumni sekaligus pengajar di Ma’had Aly Pondok Pesantren Salafiyah Syafi’iyah Sukorejo Situbondo Jawa Timur. Fatwa Asuhan Syaikh Abdullah Al FaqihSoal Mengenai menyambung shalat sunnah setelah shalat fardhu, apakah perlu memisahkan antara keduanya dalam waktu yang lama, atau apakah boleh shalat sebelumnya qabliyah atau setelahnya ba’diyah secara langsung? Jazaakumullahu Dianjurkan bagi orang yang shalat untuk memisahkan antara shalat fardhu dan shalat sunnah dengan perkataan baik dengan ngobrol maupun dzikir –pent, atau dengan berpindah ke tempat lain. Dan berpindah tempat, yang paling baik ialah berpindah ke rumah untuk shalat sunnah, bila shalatnya ba’diyah. Atau shalat dulu di rumah, kemudian berangkat ke masjid untuk shalat fardhu bila shalatnya qabliyah. Karena shalat yang paling utama bagi seorang laki-laki ialah di rumahnya, kecuali shalat fardhu. Sebagaimana shahih dari hadtis Umar bin Atha’ ibn Abi Al Khuwwar, bahwa Nafi’ ibn Jubair pernah mengutusnya untuk bertanya kepada As Sa’ib ibn Ukhti Namr, tentang sesuatu yang pernah dilihat Muawiyah ketika ia shalat. Beliau berkata,فَقَالَ نَعَمْ. صَلّيْتُ مَعَهُ الْجُمُعَةَ فِي الْمَقْصُورَةِ. فَلمّا سَلّمَ الاْمَامُ قُمْتُ فِي مَقَامِي. فَصَلّيْتُ. فَلَمّا دَخَلَ أَرْسَلَ إِلَيّ فَقَالَ لاَ تَعُدْ لِمَا فَعَلْتَ. إِذَا صَلّيْتَ الْجُمُعَةَ فَلاَ تَصِلْهَا بِصَلاَةٍ حَتّىَ تَكَلّمَ أَوْ تَخْرُجَ. فَإِنّ رَسُولَ اللّهِ صلى الله عليه وسلم أَمَرَنَا بِذَلِكَ. أَنْ لاَ تُوصَلَ صَلاَةٌ بِصَلاَةٍ حَتّىَ نَتَكَلّمَ أَوْ نَخْرُجَ“Iya. Aku pernah shalat Jumat bersamanya di Al Maqshurah sebuah benteng yang besar. Ketika imam salam aku pun berdiri dari tempatku, lalu shalat. Maka ketika aku masuk dan menemuinya, Muawiyah berkata, “Jangan kau ulangi lagi perbuatanmu. Bila engkau shalat Jumat janganlah shalat sunnah hingga engkau berbicara atau telah keluar dari masjid. Karena sesungguhnya Rasulullah shallallaahu alaihi wa sallam memerintahkan kami hal tersebut, yaitu agar tidak menyambung shalat fardhu dengan shalat sunnah hingga berbicara atau keluar“.Al Imam An Nawawi rahimahullah berkata, “Dalam hadits ini terdapat dalil ulama madzhab kami yaitu Syafi’iyah bahwasanya shalat sunnah rawatib atau selainnya dianjurkan untuk dikerjakan dengan berpindah tempat dari tempat shalat fardhu, dan tempat paling afdhal ialah rumah, kemudian tempat lain di masjid atau selainnya untuk memperbanyak tempat sujudnya. Hal ini dalam rangka memisahkan shalat sunnah dengan shalat fardhu. Dan perkataan, hingga engkau berbicara..’ adalah dalil bahwa pemisah diantara keduanya bisa dengan berbicara, akan tetapi yang lebih afdhal ialah berpindah tempat sebagaimana telah kami sebutkan. Wallahu a’lam.” –selesai nukilan dari Imam dari Abu Dawud dan Ibn Majah dengan lafadz dari Abu Hurairah dari Nabi shallallaahu alaihi wa sallam beliau berkata,أيعجز أحدكم إذا صلى أن يتقدم أو يتأخر أو عن يمينه أو عن شماله“Tidak mampukah salah seorang diantara kalian bila selesai shalat ia berpindah ke depan, belakang, kanan, atau kirinya”. Yaitu shalat sunnah ba’diyah atau qabliyah.Syaikhul Islam Ibn Taimiyyah rahimahullah berkata, “Termasuk diantara sunnah ialah memisahkan antara shalat fardhu dan shalat sunnah ketika shalat Jumat atau selainnya. Sebagaimana terdapat dalam hadits shahih bahwasanya Nabi shallallaahu’alaihi wa sallam melarang menyambung shalat dengan shalat lain hingga terpisah diantara keduanya dengan berdiri maupun berbicara. Maka janganlah mengerjakan apa yang dikerjakan oleh banyak orang yang menyambung salam dengan dua rakaat sunnah. Karena sesungguhnya hal tersebut melanggar larangan Nabi shallallaahu alaihi wa sallam. Terdapat hikmah dalam sunnah ini yaitu adanya pembeda antara shalat fardhu dan selain yang fardhu, sebagaimana dibedakan pula antara ibadah dengan selain ibadah. Misalnya dalam anjuran menyegerakan berbuka puasa, dan mengakhirkan sahur, anjuran makan di hari Idul Fitri sebelum shalat Ied, kemudian juga larangan berpuasa satu atau dua hari sebelum Ramadhan dalam rangka berhati-hati, ikhtiyath –pent, semua ini adalah dalam rangka membedakan antara apa yang diperintahkan dalam syariat puasa dan selainnya, dan pembeda antara ibadah dengan selainnya. Seperti itu pulalah dibedakan antara shalat Jumat yang Allah wajibkan dengan selainnya” –selesai nukilan dari Ibn illat-nya sebab pensyariatan ialah sebagai pembeda antara yang fardhu dengan yang sunnah, atau pembeda antara ibadah dengan selain ibadah. Illat yang lain dalam anjuran memisahkan antara shalat sunnah dengan fardhu, atau antara shalat fardhu dengan shalat fardhu lain, shalat sunnah dengan shalat sunnah lain, ialah agar memperbanyak tempat sujud. Karena tempat-tempat tersebut kelak akan menjadi saksi di hari kiamat, sebagaimana telah berlalu penjelasan dari Imam Ramli berkata dalam Nihayatul Muhtaj, “Dan disunnahkan untuk berpindah tempat untuk shalat sunnah atau fardhu dari tempat asal shalat fardhu atau shalat sunnah ke tempat lain, dalam rangka memperbanyak tempat sujud karena ia akan menjadi saksi di hari kiamat, dan juga dalam rangka menghidupkan suatu tempat untuk ibadah, dan apabila ia tidak berpindah tempat hendaklah memisahkannya dengan berbicara”.Majduddin Abul Barakaat ibn Taimiyyah dalam Muntaqa Al Akhbar berkata, “Bab Dianjurkannya Shalat Tathawwu’ di Tempat Selain Shalat Wajib” Kemudian beliau membawakan hadits berikut –pent Dari Al Mughirah ibn Syu’bah beliau berkata, Rasulullah shallallaahu alaihi wa sallam berkata,لا يصلي الإمام في مقامه الذي صلى فيه المكتوبة حتى يتنحى عنه“Janganlah seorang imam shalat di tempat ia shalat wajib hingga ia berpindah tempat” HR Ibn Majah dan Abu Dawud.Dari Abu Hurairah dari Nabi shallallaahu alaihi wa sallam beliau bersabda,أيعجز أحدكم إذا صلى أن يتقدم أو يتأخر أو عن يمينه أو عن شماله“Tidak mampukah salah seorang diantara kalian apabila hendak shalat sunnah, berpindah ke depan, belakang, kanan, atau kirinya” HR Ahmad, Abu Dawud, Ibn Majah.Asy Syaukani dalam Nailul Authar Syarh Muntaqa Al Akhbar berkata, “Kedua hadits ini dalil disyariatkannya berpindah tempat untuk shalat sunnah, dari tempat dikerjakannya shalat fardhu. Hal ini berlaku bagi imam berdasarkan nash hadits pertama dan keumuman hadits kedua, berlaku juga bagi yang shalat sendirian berdasarkan keumuman hadits kedua dan diqiyaskan dengan imam. Adapun illat hal ini adalah untuk memperbanyak tempat ibadah sebagaimana disebutkan oleh Al Bukhari dan Al Baghawi, karena tempat sujud kelak menjadi saksi di hari kiamat. Sebagaimana dalam firman Allah Ta’ala يَوْمَئِذٍ تُحَدِّثُ أَخْبَارَهَا“Pada hari itu bumi menceritakan beritanya” QS Az Zalzalah 4.Yaitu akan dikabarkan berbagai amal yang dikerjakan di atasnya, dan disebutkan pula dalam tafsir firman Allah Ta’ala,فَمَا بَكَتْ عَلَيْهِمُ السَّمَاءُ وَالْأَرْض“Maka langit dan bumi pun tidak menangisi mereka” QS Ad Dukhan 29.Yaitu tafsirnya ialah Sesungguhnya seorang mukmin apabila meninggal, tempat shalatnya di bumi akan menangis dan amalnya akan terangkat ke langit. Inilah illat yang juga menjadi konsekuensi atas disyariatkannya berpindah dari tempat shalat fardhu ke shalat nafilah sunnah. Begitu pula berpindah tempat dalam tiap shalat yang dimulai shalat sunnah sebelumnya. Apabila tidak berpindah maka dianjurkan untuk memisah dengan perkataan, berdasarkan hadits larangan untuk menyambung shalat dengan shalat lain hingga berbicara atau keluar dari tempat tersebut yang dikeluarkan oleh Imam Muslim dan Imam Abu Dawud –selesai nukilan dari Nailul ulama berpendapat bahwa hukum berpindah tempat adalah terlarang, karena dhaif-nya hadits yang menjadi dalil hal tersebut. Al Imam Al Bukhari berkata dalam Shahih-nya, “Bab Tetapnya Imam di Tempat Shalatnya Setelah Salam” lalu beliau membawakan hadits, “Adam berkata kepada kami, menceritakan kepada kami Syu’bah dari Ayub dari Nafi’ ia berkata,كان ابن عمر يصلي في مكانه الذي صلى فيه الفريضة وفعله القاسم“Adalah Ibn Umar shalat sunnah di tempat ia shalat fardhu, dan Al Qasim mengerjakan seperti itu” dan disebutkan dari Abu Hurairah secara marfu’,لا يتطوع الإمام في مكانه، ولم يصح“Janganlah seorang imam mengerjakan shalat tathawwu’ di tempatnya shalat fardhu” namun atsar ini tidaklah shahih –selesai nukilan dari Imam dari Ibn Abi Syaibah dari Abdullah ibn Umar beliau berkata,رأيت القاسم وسالماً -تابعيان- يصلينان الفريضة ثم يتطوعان في مكانهما“Aku melihat Al Qasim cucu dari Abu Bakar As Shiddiq radhiyallahu anhu dan Salman –keduanya tabiin, mereka shalat fardhu kemudian shalat sunnah di tempat yang sama”.Adapun pendapat pertama ialah yang rajih, berdasarkan kuatnya dalil-dalilnya sebagaimana yang telah kami teliti. Wallahu a’lam.—Sumber Penerjemah Yhouga Pratama AriestaArtikel Pertanyaan Tentang Shalat – Shalat adalah salah satu ibadah utama dalam agama Islam yang wajib dilakukan oleh umat muslim, maka dari itu juga memiliki banyak pertanyaan yang sering muncul di kalangan salah satu bentuk ibadah yang sangat penting, banyak pertanyaan yang sering muncul terkait dengan shalat, baik itu terkait tata cara melaksanakan shalat, waktu yang tepat untuk melaksanakan shalat, hukum dan kewajiban dalam shalat, serta berbagai hal lainnya yang berhubungan dengan Pertanyaan Tentang Shalat Beserta JawabannyaMengapa shalat penting dalam agama Islam?Berapa banyak rakaat yang biasanya dilakukan dalam shalat fardhu?Apa saja gerakan-gerakan dalam shalat?Kapan waktu yang disarankan untuk melaksanakan shalat sunnah rawatib?Apa yang dimaksud dengan niat dalam shalat?Bagaimana cara menentukan arah kiblat dalam shalat?Apa yang dimaksud dengan takbiratul ihram dalam shalat?Apa hukum shalat bagi seorang muslim yang belum mencapai usia baligh?Apa hukum shalat bagi seorang muslim yang sedang sakit?Apa yang dimaksud dengan shalat sunnah?Apa yang dimaksud dengan shalat tarawih?Apa yang dimaksud dengan shalat jama’ dan qashar?Apa yang dimaksud dengan imam dalam shalat?Apa yang dimaksud dengan makmum dalam shalat?Apa yang dimaksud dengan bacaan Al-Fatihah dalam shalat?Apa yang dimaksud dengan sujud sahwi dalam shalat?Apa yang dimaksud dengan wudhu dalam shalat?Apa yang dimaksud dengan adzan dalam shalat?Berikut adalah beberapa pertanyaan seputar shalat beserta jawabannya, yang diharapkan dapat membantu meningkatkan pemahaman kita terkait dengan ibadah shalat dalam agama shalat penting dalam agama Islam?Jawaban Shalat merupakan salah satu rukun Islam yang wajib dilakukan oleh setiap muslim, karena shalat merupakan bentuk ketaqwaan umat kepada Allah banyak rakaat yang biasanya dilakukan dalam shalat fardhu?Jawaban Rakaat dalam shalat fardhu berbeda-beda tergantung pada waktu dan jenis shalat, seperti shalat Subuh yang terdiri dari 2 rakaat, shalat Dzuhur terdiri dari 4 rakaat, shalat Ashar terdiri dari 4 rakaat, shalat Maghrib terdiri dari 3 rakaat, dan shalat Isya’ terdiri dari 4 saja gerakan-gerakan dalam shalat?Jawaban Gerakan-gerakan dalam shalat antara lain rukuk, sujud, duduk di antara dua sujud, duduk di antara dua sujud terakhir, dan waktu yang disarankan untuk melaksanakan shalat sunnah rawatib?Jawaban Shalat sunnah rawatib dapat dilakukan sebelum dan sesudah shalat fardhu, seperti shalat Dhuha yang dilakukan setelah matahari terbit atau shalat Tahajud yang dilakukan di malam yang dimaksud dengan niat dalam shalat?Jawaban Niat adalah niat hati yang diucapkan oleh seorang muslim sebelum memulai shalat sebagai tanda kesungguhan dan keikhlasan dalam menjalankan cara menentukan arah kiblat dalam shalat?Jawaban Arah kiblat ditentukan dengan mengarahkan wajah ke arah Ka’bah di Makkah, Arab yang dimaksud dengan takbiratul ihram dalam shalat?Jawaban Takbiratul ihram adalah gerakan pertama dalam shalat yang dilakukan dengan mengangkat tangan sejajar dengan telinga dan mengucapkan “Allahu Akbar”, sebagai tanda dimulainya hukum shalat bagi seorang muslim yang belum mencapai usia baligh?Jawaban Shalat tidak diwajibkan bagi anak-anak sebelum mencapai usia baligh, namun mereka dianjurkan untuk belajar dan terbiasa melaksanakan hukum shalat bagi seorang muslim yang sedang sakit?Jawaban Bagi muslim yang sedang sakit dan tidak mampu untuk berdiri atau sujud, mereka diperbolehkan untuk melakukan shalat dengan posisi duduk atau yang dimaksud dengan shalat sunnah?Jawaban Shalat sunnah adalah shalat yang dilakukan selain shalat wajib, seperti shalat sunnah rawatib, shalat tahajud, atau shalat sunnah sebelum dan sesudah shalat yang dimaksud dengan shalat tarawih?Jawaban Shalat tarawih adalah shalat sunnah yang dilakukan pada bulan Ramadan setelah shalat Isya, dengan membaca surah-surah dari Al-Quran dalam rangkaian rakaat yang yang dimaksud dengan shalat jama’ dan qashar?Jawaban Shalat jama’ adalah shalat yang dilakukan secara berjama’ah, sedangkan shalat qashar adalah shalat yang dilakukan dengan jumlah rakaat yang lebih sedikit dari biasanya ketika sedang dalam yang dimaksud dengan imam dalam shalat?Jawaban Imam adalah orang yang memimpin shalat dan bertanggung jawab untuk membaca doa dan mengatur gerakan seluruh jama’ yang dimaksud dengan makmum dalam shalat?Jawaban Makmum adalah orang yang mengikuti imam dalam shalat dan melakukan gerakan dan membaca doa sesuai dengan yang diatur oleh yang dimaksud dengan bacaan Al-Fatihah dalam shalat?Jawaban Al-Fatihah adalah surat pembuka dalam Al-Quran yang dibaca oleh imam dan makmum pada setiap rakaat yang dimaksud dengan sujud sahwi dalam shalat?Jawaban Sujud sahwi adalah sujud tambahan yang dilakukan ketika seseorang merasa telah melakukan kesalahan atau kelalaian dalam yang dimaksud dengan wudhu dalam shalat?Jawaban Wudhu adalah proses bersuci sebelum melakukan shalat, dengan cara membasuh wajah, tangan, lengan, kepala, dan yang dimaksud dengan adzan dalam shalat?Jawaban Adzan adalah panggilan atau pengumuman yang dilakukan sebelum shalat dimulai, sebagai tanda untuk mengumpulkan jama’ah dan mempersiapkan diri untuk melakukan shalat.

pertanyaan tentang shalat sunnah dan fardhu